Langsung ke konten utama

Unggulan

Impianku di 2021

Baru kusadari  ternyata tahun 2021 telah mendekat. Masih teringat sewaktu denting lonceng menunjukkan waktu 00.00 di tanggal 1 Januari 2020 yang lalu. Ternyata sembilan bulan telah berlalu begitu cepat, bersama sang corona yang melekat setiap saat. Impian yang telah terpasang di tahun ini belum terlaksana sempurna. Keinginan untuk jalan jalan ke negri seberang pun harus dibatalkan, akibat vaksin yang tidak kunjung datang Tahun baru 2021, apakah yang akan terjadi di tahun ini? Banyak pertanyaan mulai merasuk di hati Apakah pekerjaan akan terhenti? Apakah roda ekonomi tetap berlari? Semua menjadi satu misteri di tahun depan ini.  Akan tetapi, semua harus berjalan seperti biasa. Demi sekilo nasi yang harus ada dalam tudung saji. Tahun 2021, satu hal yang tetap tertanam dalam hati. Sesuatu yang menjadi impianku sejak dahulu. Sekiranya Sang Khalik mengizinkan, biarlah hamba bisa menjadi penulis sejati. Yang dimulai dari sesi kecil di bulan September ini. Menjadi besar di tahun 2021...

Review Buku Memoar Misi Papua Nugini

Memoar Misi Papua Nugini
Rm. Yosef Silvinus Sapomo, CM
Cetakan kedua : Februari 2015

Buku ini mengupas diary kehidupan pribadi dari Misionaris Katolik semasa tugas di Papua Nugini. Selain buku ini, sebenarnya masih ada satu edisi buku lainnya yang lebih tebal dan lebih konyol. Buku edisi ini lebih terkesan formal.

Selain menceritakan tentang keindahan alam dan pengalaman yang didapatkan di Papua, ia pun memaparkan keprihatinannya terhadap dampak dari pertambangan. Dampak negatif yang tertuang dalam buku seperti kerusakan lingkungan, kurangnya fasilitas dan sarana prasarana, pendidikan yang tidak memadai, kesenjangan sosial, kurangnya keamanan sehingga masih terjadi perkelahian masal dan  perang saudara. Tak jarang ia menyomot ayat Alkitab untuk menguatkan dirinya selama tugas misi ini. 

Saya menyukai dua cerita di buku ini yang menyentuh hati saya. Cerita pertama adalah pada saat seorang ibu memberikan sumbangan untuk gereja. Sang pastor sudah berpikir bahwa hasil sumbangan akan dibelikan bensin motor yang dipakai untuk pelayanan. Akan tetapi saat misa selesai, sang ibu minta tolong romo supaya romo dapat memakai sumbangannya untuk membelikan seng penutup makam suaminya. Sialnya, harga seng lebih mahal dari sumbangan yang diberikan. Cerita lainnya adalah pada saat sang pastor melayat korban perang saudara. Yang mana ternyata tidak memakai baju karena tidak mempunyai baju, sehingga ia kembali ke pastoran untuk merelakan kaosnya untuk dipakaikan kepada jenazah.

Kalimat yang menyentuh saya adalah pada saat sang pastor menggambarkan dirinya sebagai gembala buta ditengah domba yang tuli. Ia merasa buta terhadap bahasa,situasi dan kebudayaan yang berbeda, sedangkan umatnya kadang tidak mau mendengar apa yang hendak ia sampaikan. Disini saya merasa bahwa ternyata tugas misionaris di luar pulau maupun luar negeri tidak semudah yang saya bayangkan. Mereka benar benar mengorbankan waktu, harta, pikiran dan kenyamanan untuk dapat melayani sesamanya.



























Komentar

Postingan Populer